SHALAT
Shalat adalah salah
satu ibadah bagi pemeluk agama Islam. Menurut syariat
Islam, praktik shalat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah
SAW yang telah di perintah oleh Allah. Rasulullah SAW bersabda, Salatlah
kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya. Secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang
memiliki arti, doa. Sedangkan, menurut
istilah, salat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang
dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.
Sesungguhnya shalat bagi oran orang yang berimman itu
telah di tentukan waktu waktunya . adapun cara untuk menentukan waktu waktu
shalat tersebut melalui tanda tanda alam .
1.
Shalat subuh adapun
cara untuk mengetahui waktu shalat subuh ini dapat di lakukan dengan cara
melihat fajar shidiq, apabila telah terlihat fajar shidiq berarti waktu subuh telah masuk. Fajar itu
sendiri di bagi menjadi dua yaitu :
a.
Fajar Khazib yaitu
fajar dusta atau bisa juga di sebut fajar yang terbitnya lebih cepat dari waktu
subuh .
b.
Fajar Shidiq yaitu
fajar benar
2.
Shalat dzuhur adapun
cara untuk mengetahui waktu shalat Dzuhur
ini dapat di lakukan dengan cara melihat matahari, apakah bayangan bendanya
telah sama dengan bayangan asli apabila telah sama antara bayangan tersebut
berarti waktu Dzuhur telah masuk.
3.
Shalat ashar adapun
cara untuk mengetahui waktu shalat Ashar ini dapat di lakukan dengan cara
melihat matahari, apakah bayangan bendanya telah lebih panjang dari dengan bayangan asli sampai terbenamnya
matahari apabila telah terjadi peristiwa
tersebut berarti waktu Ashar telah masuk.
4.
Shalat Mahgrib adapun
cara untuk mengetahui waktu shalat Mahgrib ini dapat di lakukan dengan cara
melihat matahari, apakah telah terbenam sampai dengan hilangnya bayangan
merah, apabila telah terjadi peristiwa tersebut berarti waktu Mahgrib telah masuk.
5.
Shalat Isya adapun cara
untuk mengetahui waktu dari shalat isha
adalah dari habisnya waktu shalat mahgrib sampai menjelang shalat Subuh.
Dalam banyak hadis,
Nabi Muhammad SAW telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka
meninggalkan salat, diantaranya ia bersabda: "Perjanjian yang memisahkan
kita dengan mereka adalah salat. Barangsiapa yang meninggalkan salat, maka
berarti dia telah kafir. Orang yang meninggalkan salat maka pada hari
kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang laknat, berdasarkan hadis
berikut ini: "Barangsiapa yang menjaga salat maka ia menjadi cahaya, bukti
dan keselamatan baginya pada hari kiamat dan barangsiapa yang tidak menjaganya
maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan dan pada hari kiamat ia
akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf."
Hukum shalat dapat
dikategorisasikan sebagai berikut :
1.
Fardu
Salat fardhu ialah
salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat Fardhu terbagi lagi menjadi
dua, yaitu :
a.
Fardu Ain : ialah kewajiban
yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh
ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima waktu, dan salat jumat(Fardhu 'Ain untuk pria).
b.
Fardu Kifayah : ialah kewajiban
yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya.
Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya.
Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya
dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti salat jenazah.
2.
Nafilah (salat sunah ) Salat Nafilah adalah salat-salat
yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Salat nafilah
terbagi lagi menjadi dua, yaitu :
a.
Nafil Muakkad adalah
salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati
wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witir dan salat sunah thawaf.
b.
Nafil Ghairu Muakkad
adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat
sunah Rawatib dan salat sunah yang
sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf
hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).
Adapun rukun rukun
shlat sebagai berikut
- Niat
- Berdiri (bagi yang mampu)
- Takbiratul ihram
- Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
- Rukuk dengan tuma'ninah
- Iktidal dengan tuma'ninah
- Sujud dua kali dengan tuma'ninah
- Duduk antara dua sujud dengan tuma'ninah
- Duduk tasyahud akhir
- Membaca tasyahud akhir
- Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir
- Membaca salam yang pertama
- Tertib (melakukan rukun secara berurutan)
Shalat tertentu
dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama(berjamaah). Pada salat berjamaah
seseorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai Imam Salat, dan yang lain akan
berlaku sebagai Makmum.
1.
Salat yang dapat
dilakukan secara berjamaah antara lain :
a.
Salat Fardu
b.
Salat Tarawih
2.
Salat yang mesti
dilakukan berjamaah antara lain:
a.
Salat Jumat
b.
Salat Hari Raya
c.
Salat Istisqa'
Dalam situasi dan
kondisi tertentu kewajiban melakukan salat diberi keringanan tertentu. Misalkan
saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan (safar). Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak
bisa berdiri maka ia dibolehkan melakukan salat dengan posisi duduk, sedangkan
bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan salat dengan berbaring,
bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat
melakukannya dengan isyarat. Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan,
ia diperkenankan menggabungkan (jama’) atau meringkas (qashar) salatnya. Menjamak
salat berarti menggabungkan dua salat pada satu waktu yakni zuhur dengan asar atau maghrib dengan isya. Mengqasar salat berarti meringkas salat yang tadinya
4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat.
ADZAN DAN IQOMAH
Adzan
merupakan sarana untuk mengingatkan bahwa waktu shalat telah tiba. Dikarenakan
itu, setiap muslim ingin segera mendirikan shalat tatkala adzan berkumandang. Kumandang
adzan, baik di masa kini maupun masa lalu, adalah keunikan karakteristik Islam.
Ini sangat terasa apabila seorang muslim bermukim atau mengunjungi ibukota
negara-negara Barat. Tatkala mendengar suara adzan berkumandang dari sebuah
masjid, “Allahu
Akbar, Allahu Akbar,” ia akan merasakan kesan mendalam yang
ditimbulkan suara itu. Lebih mengesankan lagi bila ia mendengarnya di sela-sela
hiruk-pikuk kehidupan modern di sekeliling masjid itu. Hanya dengan
mendengarnya, muslim yang baik akan segera meninggalkan gemerlap kehidupan yang
menipu dan palsu.
Asal Usul Adzan begitu
unik dan menarik. Tuhan Yang Maha Besar melapangkankan penduduk Madinah untuk
memeluk Islam. Mereka –kalangan Ansar– menyambut kedatangan Nabi Muhammmad SAW
dan pengikutnya –kalangan muhajirin– memasuki Madinah, setelah sebelumnya Allah
SWT memperkenankan nabi berhijrah. Di kota Madinah, Islam pun tersebar dengan
cepat. Seiring dengan bertambahnya kuantitas umat Islam di Madinah, munculah
kesulitan kecil di antara kaum muslim untuk memperkirakan waktu shalat. Sampai
suatu hari pada tahun kedua Hijriah, sejumlah orang menemui Rasulullah SAW. Di
antara hadirin, terdapat Umar bin Khattab. Pertemuan tersebut membahas topik
perlunya berkumpul untuk melaksanakan shalat berjamaah dan mencari solusi
bagaimana memberitahu umat Islam bahwa waktu shalat tengah menjelang.
Sejumlah
hadirin mengusulkan penggunaan lonceng, sama dengan yang digunakan orang
Nasrani untuk memanggil jemaatnya ke gereja. Adapun hadirin yang lain
menawarkan terompet yang terbuat dari tanduk, sama dengan yang digunakan orang
Yahudi ketika memanggil penganutnya ke sinagog-sinagog. Usulan lainnya adalah
penggunaan api. Jadi setiap kali waktu shalat tiba, di tempat yang tingg
dinyalakan api. Dengan begitu, seluruh muslim dapat melihatnya dan bergegas
menuju masjid.
Umar
bin Khattab tampak asyik menyimak jalannya musyawarah tersebut. Merasa tidak
tertarik dengan ketiga usulan yang terlontar, ia berkata dengan lugas, “Mengapa
bukan seorang muslim saja yang menyeru untuk shalat?” Tidak diduga, justru Nabi
Muhammad SAW menyetujui gagasan Umar bin Khattab. Sembari memandang Bilal bin
Rabah, Nabi berucap, “Hai Bilal, berdiri dan serukanlah shalat!”
Berdasarkan
kisah di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, seorang muadzin harus
mengumandangkan adzan dalam posisi berdiri. Ucapan Nabi Muhammad SAW, “Hai
Bilal, berdiri dan serukanlah shalat!” secara jelas tidak membenarkan adzan
dikumandangkan sembari duduk. Di samping itu, nyatalah bahwa muadzin pertama
dalam sejarah Islam adalah Bilal bin Rabah.Kedua, dalam setiap keputusannya,
Nabi Muhammad SAW selalu bermusyawarah dengan umatnya. Tindakan Nabi ini
selaras dengan Kitab Suci dalam surat Ali Imron ayat 159: “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu (Muhammad berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekitarmu. Lantaran itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Sementara itu, lafal adzan yang kita kenal
selama ini berasal dari mimpi Abdullah bin Zayd yang kemudian diceritakan
kepada Rasulullah, dan kemudian diajarkan dan dihafal oleh Bilal bin Rabah.
Bilal dipilih Rasulullah sebagai muadzin pertama lantaran ia diketahui
memiliki suara yang merdu.
Dalam lafal adzan, terdapat kalimat hayya
‘alal-falah, yang artinya marilah menuju kemenangan.
Kata al-falah
dalam bahasa Arab berarti an-najah (kesuksesan), al-fauz
(kemenangan), dan adh-dhafar (pencapaian). Apabila
diresapi, makna kalimat hayya ‘alal-falah yang terdapat
dalam adzan sesungguhnya mengajak umat Islam berjuang dalam kehidupan dunia
untuk meraih ridha Allah semata.
0 komentar:
Posting Komentar